Allah SWT berfirman di dalam
Al-Qur’an, Surah Ar-Rum, Ayat 21:
وَمِنْ
آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا
وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ
لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: “Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian semua istri-istri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikannya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”
Ayat tersebut akan saya
uraikan sesuai dengan kandungan maknanya. Secara sederhana dapat saya uraikan
bahwa ayat di atas memiliki sedikitnya 3 (tiga) makna penting sebagai berikut:
1. وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ
خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا
Artinya: “Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan Allah ialah menciptakan istri-istri untuk kamu semua dari
jenismu sendiri.”
Salah satu makna terpenting
dalam penggalan ayat ini adalah bahwa sebuah rumah tangga diawali dengan
perkawinan. Tidak boleh sebuah rumah tangga diawali dengan seks tanpa
perkawinan, karena inilah yang disebut kumpul kebo. Kumpul kebo itu sendiri
seringkali barawal dari cinta. Oleh karena itu kita patut berhati-hati dengan
cinta yang datangnya sebelum perkawinan karena ia bisa menjerumuskan jika tidak
dikelola dengan baik.
Sudah banyak terjadi apa yang
sering disebut dengan “kecelakaan” di mana seorang perempuan mengalami
kehamilan, atau seorang laki-laki menghamilinya sebelum perkawinan. Ini artinya
mereka telah menempatkan seks sebelum perkawinan. Jelas hal ini tidak sesuai
dengan penggalan ayat di atas yang menegaskan bahwa hubungan laki-laki dan
perempuan dalam suatu ikatan keluarga atau rumah tangga dimulai dari
perkawinan.
Melalui perkawinan, seorang
laki-laki dan seorang perempuan melakukan akad nikah dengan syarat dan rukun
tertentu. Sekali lagi prosesi perkawinan merupakan awal terbentuknya rumah
tangga di mana hubungan mempelai laki-laki dengan mempelai perempuan kemudian
menjadi hubungan suami istri secara sah. Hubungan ini penting karena memberikan
legitimasi terbentuknya sebuah rumah tangga sebagai tempat berlabuh untuk
mencapai ketentraman hidup atau yang disebut dengan kehidupan yang sakinah.
2. أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ
أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهاَ
Artinya: “Allah menciptakan
istri-istri untuk kamu semua dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya.”
Penggalan ayat di atas
mengandung makna bahwa tempat berlabuh berupa rumah tangga dimaksudkan oleh
Allah agar manusia dapat mencapai ketenteraman hidup atau kehidupan yang sakinah.
Kita semua tahu bahwa manusia dianugerahi Allah SWT dengan syahwat atau hawa
nafsu sebagaimana dinyatakan dalam penggalan ayat 14 dalam Surah Ali Imran
berikut ini:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ
الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاء وَالْبَنِينَ ...
Artinya: “Dijadikan indah
pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak...”
Penggalan ayat di atas
menegaskan bahwa dalam hidup ini manusia dibekali dengan nafsu tertentu,
seperti laki-laki memiliki kecenderungan untuk menyukai perempuan dan
sebaliknya perempuan memiliki kecenderungan menyukai laki-laki. Mereka juga
cenderung menyukai anak-anak sebagai darah dagingnya sendiri. Untuk itulah maka
manusia dibekali dengan nafsu seks untuk mendapatkan keturunan. Nafsu seks
seperti itu harus mendapatkan tempat penyaluran yang benar, yakni dengan
memiliki pasangan hidup yang disebut istri atau suami melalui perkawinan.
3. وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ
مَوَدَّةً وَرَحْمَةً
Artinya: “Dan dijadikan di
antaramu rasa kasih dan sayang.”
Dengan adanya tempat berlabuh
yang jelas melalui perkawinan yang sah, maka di situlah nafsu seks yang
kemudian berkembang menjadi rasa kasih atau cinta birahi menemukan salurannya
secara benar. Cinta birahi (mawaddah) adalah rasa kasih yang pengungkapannya
melalui seks. Sebagaimana diuraikan di atas, seks itu sendiri hanya boleh
disalurkan setelah perkawinan. perkawinan tanpa seks sulit untuk mencapai
cinta, dan seks tanpa perkawinan adalah perzinahan dan tidak akan menghasilkan
cinta sejati yang dalam bagian ayat itu disebut sayang (rahmah). Sayang
atau cinta sejati atau rahmah menjadi puncak dari perkawinan dan seks.
Dengan demikian berdasarkan
pada Surah Ar-Rum, ayat 21, saya berkesimpulan proses atau pola urutan
membangun rumah tangga yang sesuai dengan tuntunan Islam adalah perkawinan –
seks – cinta.
Apa yang saya uraiakan di
atas secara tidak langsung menegaskan bahwa dalam Islam tidak dikenal pacaran
dimana laki-laki dan perempuan menjalin hubungan dengan dorongan cinta.
Sebagaimana saya uraikan di atas cinta yang tumbuh dan berkembang sebelum
perkawinan bisa menjerumuskan ke dalam kemaksiatan apabila tidak dikendalikan
atau dikelola dengan baik. Namun demikian, Islam membolehkan ta’aruf, yakni
perkenalan antara laki-laki dan perempuan sebatas pada hal-hal mendasar,
seperti identitas diri dan asal usul keturunan masing-masing.
Pertanyaannya kemudian,
bisakah perkawinan atau pembentukan rumah tangga tanpa ada cinta sebelumnya?
Jawabnya adalah seseorang bisa
membangun rumah tangga meski tanpa didasari cinta. Dalam Islam, niat beribadah
kepada Allah sesungguhnya merupakan pondasi yang lebih mendasar dan kokoh bagi
sebuah perkawinan dari pada sekedar cinta yang sewaktu-waktu bisa meredup di
tengah jalan, atau hanya menggebu-gebu di awal, atau bahkan berubah menjadi
kebencian yang mendalam. Sebetulnya tidak menjadi masalah ada cinta sebelum
perkawinan selama cinta itu dapat dikelola dengan baik, tetapi janganlah cinta
itu menjadi hal satu-satunya yang mendasari perkawinan karena sekali lagi ada
hal yang lebih luhur dan mulia dari pada sekitar cinta, yakni niat beribadah
kepada Allah SWT.
Perkawinan yang didasari
ibadah akan menghasilkan cinta sejati yang bersumber dari cinta ilahi. Maka
seyogianya ibadah itu menjadi dasar perkawinan dan cinta sejati menjadi
puncaknya. Cinta yang tumbuh dan berkembang setelah perkawinan dan seks memang
memiliki karakter yang sangat berbeda dengan cinta yang tumbuh sebelum kedua
hal itu. Dalam perkawinan terdapat rahmat Tuhan. Di sana berkah-Nya dilimpahkan
kepada suami dan istri karena perkawinan adalah sunnah Rasulullah SAW. Melalui
perkawinan terjadilah sebuah revolusi. seks yang sebelumnya diharamkan serta
merta dihalalkan dan bernilai idadah karena diperintahkan setelah berlangsung
perkawinan. Dengan seks yang diberkati Tuhan, suami dan istri saling
membahagiakan untuk mencapai ridha-Nya. Di titik itu cinta insani dan cinta
ilahi bertemu, lalu menyatu menjadi cinta seutuhnya – cinta manunggal.
Semoga apa yang saya
sampaikan di atas dapat bermanfaat dan menambah wawasan kita semua khususnya
dalam kaitannya dengan perkawinan. Kita diingatkan bahwa puncak dari perkawinan
adalah cinta. Maka cinta harus selalu ada dan hidup dalam rumah tangga kita
karena itu merupakan rahmah atau cinta sejati yang bersumber dari Allah
SWT. Jika akhir-akhir ini kita sering mendengar akronim samara, yang merupakan
kependekan dari sakinah, mawaddah wa rahmah, maka implementasinya adalah
melalui perkawinan – seks – cinta sebagaimana dijelaskan dalam Surah Ar-Rum,
ayat 21 di atas.
*Sumber NU Online

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Peringatan..!!
1.Budayakan saat berkomentar dengan kata-kata yang baik dan sopan
2.Dilarang mempromosikan blog di komentar
3.Dan katakan jika itu perlu untuk menmbah masukan kepada admin blog untuk lebih baik kedepannya..
Syukron katsiron