كُلُوْا وَاشْرَبُوْا مِنْ
رِزْقِ اللهِ
Artinya: “Makan dan minumlah kalian, dari rizki Allah “(Al Qur’an)
Bersyukur kepada Allah swt atas kehebatan-Nya membuat sistem pencernaan makanan
di tubuh kita sehingga tidak semua makanan yang masuk menjadi daging dan darah.
Bayangkan jika semua makanan yang masuk ke perut menjadi daging semuanya tanpa
ada sisa-sisa makanan yang diurai oleh usus dan dibuang, niscaya pertumbuhan
badan manusia tidak terkendali; disamping ukuran tidak terkendali, tidak ada
lagi siklus makanan. Singkatnya, setiap makanan yang masuk ke dalam tubuh kita,
yang terpakai hanya sedikit sekali sedangkan yang terbuang sangat banyak.
Siklus tersebut berlaku pada sistem pertumbuhan dan perkembangan rohani.
Dalam rohani pun mirip dengan
tubuh jasmani: Ia membutuhkan makanan dan minuman; Nutrisi yang masuk tidak
semuanya berguna bagi pertumbuhan rohani sehat; Sehingga meskipun banyak
mengkonsumsi makanan rohani yang terbuang pun juga banyak, dan yang terpakai
pun amat sedikit. Maka bagaimana cara menkonsumi makanan rohani agar terjaga
keseimbangannya. Salah satu caranya adalah kita mesti meniru cara makan ala
jasmani: makan setiap hari jangan sampai absen; di luar itu, minum yang banyak
dan sisanya biasanya ngemil dll.
Dari pengertian di atas, maka
surat Al Baqarah: “Makan dan minumlah,” pada kutipan ayat tersebut, bukan saja
berlaku untuk makanan jasmani saja, sebab al Qur’an menembus dua dimensi;
jasmani dan rohani. Namun sayangnya, dimensi rohani ini jarang disinggung.
Dzikir sebagai Nutrisi Rohani
Dzikir adalah jenis makanan (nutrisi) yang banyak mengan¬dung gizi bagi
perkembangan rohani. Boleh jadi membangun kesehatan rohani dengan berdzikir
adalah cara yang tepat. Makanan rohani berupa dzikir ini mesti dikonsumsi
sebanyak-banyaknya; semakin banyak mengkonsumsi dzikir dan dapat diserap oleh
rohani maka sema¬kin sehat pertum¬buhan rohani itu sendiri.
Adapun berdzikir yang banyak
merupakan perintah langsung Allah swt :
يَآأيُّهَا الَّذِيْنَ
آمَنُوْا اذْكُرُوااللهَ ذِكْرًا كَثِيْرًا وَّسَبِّحُواهُ بُكْرَةً وَّأَصِيْلاً.
Artinya: “Hai orang-orang
yang beriman berdzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya dan bertasbihlah di
waktu pagi dan petang.”
Di dalam Alqur’an perintah berdzikir bebeda dengan perin¬tah beramal. Ketika
Allah menyuruh hambanya untuk ber¬dzikir diharuskan dilaksanakan
sebanyak-banyaknya seperti ayat tersebut. Namun untuk amal perintahnya
meng¬gunakan ungkapan “ahsanu ‘amala” bukan “aktsaru ‘amala”. Mak¬sdnya adalah
beramallah dengan sebaik-baiknya bukan dengan perintah beramllah dengan
sebanyak-banyaknya. Jadi cukup jelas firman Allah tentang dzikir ini mesti
dilaksanakan sebanyak-banyaknya.
Ringan di Lidah
Mengapa dzikir dan tasbih itu dianggap penting padahal kelihatannya mudah
dilafalkan dengan lidah namun ternyata Allah sangat menganjurkan hambanya untuk
berdzikir. Salah satu contoh tentang lafadz yang mudah diuucapkan dan bernilai
tinggi adalah lafadz riwayat Abi hurairah dalam kitab Sunan Bukhori, Rasulullah
saw bersabda:
كَلِمَتَانِ حَبِيْبَتَانِ
اِلىَ الرَّحْمَانِ خَفِيْفَتَانِ عَلى اللِّيْسَانِ ثَقِيْلَتَانِ فىِ
الْمِيْزَانِ سُبْحَانَ الله وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ.
Artinya: “Ada dua kalimat yang mudah diuucapkan de¬ngan lidah tapi menjadi berat
di timbangan amal dan dicintai oleh Allah yaitu lafad subhaanallaah
wabiha¬mdihii subhanallaahil ‘adziim.
Kalilmat tasbih yang
diajarkan Rasulullah saw begitu bernilai di sisi Allah meskipun hanya diucapkan
di lidah, dan tasbih tersebut termasuk dzikir kepada Alla swt.
Adapun kaitannya dengan
makanan rohani sungguh tepat dzikir ini mesti dikonsumsi dengan
sebanyak-banyaknya tanpa hitungan. Karena itu tidak heran para pengamal
thariqat apapun nammanya, hobi sekali mengonsuumsi dzikir. Sebab ia dianggap makanan
rohani yang halalal thoyyiiban, baik ia memakannya melalui ternag-terangan
(dzikir dhazar) maupun makan sembunyi-sembunyi (dzikir khafi).
Sebab ia mengetahui mengapa
dzikir harus bannyak, karena belajar dari makanan fisik, tidak semmuanya
diserap tubuh, maka dzikirpun dilakukn dengana lahap sekali. Karena tidak semua
dzikir ini dapat bermanfaat bagi perkembangan rohani. Jadi sama persis seperti
makan nasi, dzikir bagi rohani juga makanan pokok. Ia harus dikonsumsi
terus-menerus tanpa melihat waktu dan situasi, selama nafas masih ada maka
dzikir selayaknya harus dikonsumsi dengan Lahap.
Orang yang lapar, biasanya jika menemukan makanan yang siap disantap, dapat
dibayangkan orang itu akan lahap sekali. Selayaknya, dalam mengkonsumsi dzikir
pun sebagai makanan rohani mesti harus lahap karena hakekatnya kita membutuhkan
dzikir untuk makanan rohani.
Di samping harus lahap, cara
makannya pun dapat dimasukkan melalui apa saja. Jika makan nasi hanya dengan
lidah di mulut, maka mengkonsumsi makanan rohani dari sekujur badan dapat
dimasuki: Mulai dari mata bagaimana memasukan makanan rohani melalui mata; dari
telinga, bagaimana mendengar sehingga menjadi menu makanan segar bagi
pertumbuhan rohani; dari mulut, bagaimana mengunyah makanan rohani sehingga
lezat dinikmati; Dari tangan dan kaki, bagaimana sebaiknya berjalan dan
bergerak sehingga mendatangkan hikmah bagi rohani. Semua itu sudah jelas
shari’at mengaturnya. Tinggal bagaimana kesadaran kita di dalam menghadapi menu
makanan tersebut.
Rohani Sehat dan Kuat
Berbeda dengan makanan jasmani, makanan rohani tidak perlu diolah dan dimasak
karena langsung bisa dinikmati kapan dan dimana pun berada. Memakannya tidak
boleh lepas dalam hitungan detik. Jika hampir dalam setiap detik tidak lepas
dari dzikir kepada Allah maka itulah ciri-ciri orang benar-benar taqarub kepada
Allah.
Pantaslah para sufi,
orang-orang shlihin, para zahidin mereka adalah orang-orang yang sehat dan kuat
rohaninya. Sebab mereka sangat kenyang dengan makanan dan minuman rohani.
Mereka tidak pernah mubadzir dalam hidup sebab konsep mubadzir bagi mereka
bukan membuang makanan seperti kita, tapi mereka berkata mubazir adalah
“melewati waktu tanpa ingat kepada Allah”. Bagi mereka pencernaannyatelah
terlatih dengan tajam. Hingga tidak heran, mereka yang sehat, rohaninya,
matanya mampu melihat yang tak terlihat, telinganya mampu mendengar yang tak
terdengar oleh orang awam. Bahkan dalam kitab Bidayatul Hidayah Allah berfirman
melalui hadits qudsi bahwa jika Allah sudah mencintai seorang hamba niscaya Allah
melihat melalui mata hamba tersebut, memegang melalui tangannya, mendengar
melalui telinganya, dan berjalan melalui kakinya. Subhanallah!
Di antara mereka juga adalah
para Wali Allah. Dengan rohaninya yang sehat dan kuat, mereka mampu menembus
alam malakut sehingga sifat-sifatnya meniru para malaikat. Ssalah satu sifatnya
adalah seperti Firman Allah:
Artinya: “Mereka tidak
bermksiat kepada Allah, dan selalu melaksanakan apa yang diperintah-Nya.”.
Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Peringatan..!!
1.Budayakan saat berkomentar dengan kata-kata yang baik dan sopan
2.Dilarang mempromosikan blog di komentar
3.Dan katakan jika itu perlu untuk menmbah masukan kepada admin blog untuk lebih baik kedepannya..
Syukron katsiron