
Henna atau
Hena (حناء) adalah pewarna yang biasa digunakan untuk menghiasi tangan dan
kaki wanita, yang dibuat dari bahan tumbuhan bernama “henna” (Lawsonia genus).
Di Indonesia dikenal dengan “pacar kuku”, dinamakan demikian sesuai dengan
asalnya yaitu dari tumbuhan yang bernama “pacar kuku” (Lawsonia
inermis).
Hukum memakai henna bagi wanita
Memakai
henna adalah perkara muamalah yang tentunya hukum asalnya mubah (boleh). Bahkan
terdapat anjuran dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bagi para wanita
untuk memakai henna, agar tidak serupa dengan laki-laki. Dari Aisyah radhiallahu’anha,
beliau berkata:
أومأت امرأة من وراء ستر بيدها كتاب إلى رسول الله صلى
الله عليه وسلم فقبض رسول الله صلى الله عليه وسلم يده فقال: ما أدري أيد رجل أم
يد امرأة؟ قالت : بل امرأة . قال صلى الله عليه وسلم : لو كنت امرأة لغيرت أظفارك
يعني بالحناء
“Seorang
wanita menjulurkan tangannya dari balik tabir. Di tangannya ada sebuah
tulisan untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu
ternyata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menahan tangan
beliau dan berkata, ”Saya tidak tahu, apakah ini tangan laki-laki
ataukah tangan wanita?”. Sang wanita menjawab, ”Ini tangan wanita”. Maka
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Jika kamu seorang wanita,
seharusnya engkau warnai jari-jarimu dengan henna” (HR. Abu Daud 4166,
dihasankan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).
Oleh karena
itu sebagian ulama bahkan mengatakan memakai henna hukumnya mustahab
(sunnah). Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan: “tidak diragukan lagi bahwa
mewarnai tangan wanita dengan henna itu hukumnya mustahab (sunnah). Terdapat
anjurannya dalam beberapa hadits yang tidak lepas dari kelemahan. Namun perkara
yang utama bagi wanita untuk mewarnai tangannya dengan henna. Adapun yang
mengatakan wajib atau mengharamkannya maka saya tidak tahu apa landasannya.
Tapi yang utama adalah mewarnai tangan wanita dengan henna sehingga mereka
tidak serupa dengan lelaki. Ini yang lebih baik dan lebih utama. Karena
terdapat dalam beberapa hadits (yang shahih) bahwa memakai henna adalah
kebiasaan sudah umum diketahui oleh para wanita, dan sudah umum diketahui di
zaman Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, dan zaman setelahnya. Maka
memakai henna bagi wanita itu lebih baik dan lebih utama” (Fatawa Nurun ‘ala
Darbi, https://www.binbaz.org.sa/noor/7).
Memakai
henna juga dianjurkan dalam syariat karena termasuk berhias bagi
suami, yang ini dituntut dalam syariat, sehingga dapat melanggengkan rumah
tangga, menyalurkan syahwat kepada jalan yang halal dan mengcegah dari
penyaluran syahwat kepada yang tidak halal.
Syaikh
Shalih bin Fauzan Al Fauzan mengatakan: “Tidak mengapa menggunakan
henna bagi wanita di kaki-kaki mereka dan di tangan-tangan mereka dengan
bentuk dan corak apapun. Karena memang wanita itu dituntut untuk berhias di
hadapan suami mereka” (Sumber: http://ar.islamway.net/fatwa/9981).
Syaikh
Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan: “Mewarnai tangan dengan henna
adalah perkara yang sudah ma’ruf di kalangan wanita. Ini adalah kebiasaan
mereka dalam berhias. Selama hal ini bisa mempercantik wanita maka ini adalah
perkara yang dituntut dalam syariat untuk berhias diri di hadapan suami mereka,
baik itu mewarnai semua jari mereka atau pun tidak semuanya. Adapun memakai manaakir
(nail polish; cutex; kutek) hukumnya haram bagi wanita yang sedang tidak
haid, karena itu menghalangi air wudhu sampai ke kulit. Kecuali jika
dihilangkan dulu sebelum berwudhu” (Sumber: http://ar.islamway.net/fatwa/3838).
Tidak boleh ditampakkan
kepada lelaki yang bukan mahram
Sebagaimana
dijelaskan pada ulama di atas, henna adalah termasuk perhiasan wanita.
Oleh karena itu tidak boleh ditampakkan kepada lelaki yang bukan mahram,
berdasarkan firman Allah Ta’ala:
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ
فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“Dan
katakanlah kepada wanita-wanita mukminah: hendaknya mereka menundukkan
pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka, dan hendaknya mereka tidak
menampakkan perhiasan mereka kecuali yang biasa terlihat” (QS. An Nur:
31.)
Syaikh Abdul
Aziz bin Baz mengatakan: “jika seorang wanita mewarnai tangannya atau kakinya
dengan henna, hendaknya ia menutupnya dari orang-orang. Bisa ditutup dengan
kainnya atau pakaiannya, karena itu menyebabkan fitnah” (Fatawa Nurun ‘alad
Darbi, 17/272, dinukil dari https://islamqa.info/ar/223251).
Syaikh
Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan: “Wajib diketahui bahwasanya henna
itu termasuk perhiasan yang tidak boleh ditampakkan seorang wanita kecuali
kepada orang-orang yang dibolehkan oleh Allah untuk menampakkan perhiasan
kepadanya. Maksudnya, tidak boleh ditampakkan kepada para lelaki ajnabi (yang
bukan mahram). Maka jika ia ingin pergi ke pasar untuk suatu kebutuhan
misalnya, maka wajib ia memakai kaus kaki jika ia memakai henna pada kakinya
ketika itu. Demikian juga henna pada telapak (dan punggung) tangan, wajib untuk
di tutup dari orang-orang. Dan memang menutup telapak (dan punggung) tangan itu
disyariatkan, jika di sekelilingnya itu terdapat para lelaki ajnabi. Baik ia
memakai henna ataupun tidak” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi, 2/7, dinukil
dari https://islamqa.info/ar/223251).
Demikian
semoga bermanfaat. Wabillahi at taufiq was sadaad.
*Sumber:Muslimah.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Peringatan..!!
1.Budayakan saat berkomentar dengan kata-kata yang baik dan sopan
2.Dilarang mempromosikan blog di komentar
3.Dan katakan jika itu perlu untuk menmbah masukan kepada admin blog untuk lebih baik kedepannya..
Syukron katsiron