Ada tiga cairan yang keluar
ketika syahwat seseorang memuncak
:
1. Madzi: Cairan
bening, tidak terlalu kental, tidak berbau, keluarnya tidak memancar, setelah
keluar tidak lemas, biasanya keluar sebelum mani keluar. Cairan ini termasuk
najis ringan (najis mukhaffafah), namun jika keluar, tidak menyebabkan wajib
mandi dan tidak membatalkan puasa.
2. Mani: Cairan yang
keluar ketika syahwat mencapai puncak, memiliki bau khas, disertai pancaran,
setelah keluar menimbulkan lemas. Hukum cairan ini tidak najis, menurut
pendapat yang kuat, namun jika keluar bisa menyebabkan hadats besar, sehingga
bisa membatalkan puasa dan wajib mandi.
3. Wadi: Cairan
bening, agak kental, keluar ketika kencing. Dari ketiga cairan di atas, yang
paling mudah dibedakan adalah wadi, karena cairan ini hanya keluar ketika
kencing, baik bersamaan dengan keluarnya air kencing atau setelahnya. (Lihat Al-Wajiz
fi Fiqh Sunnah, hlm. 24–25)
Sementara itu, yang agak
sulit dibedakan adalah madzi dan mani. Untuk memudahkan pembahasan
terkait dua cairan ini, masalah ini bisa dirinci pada dua keadaan: ketika sadar
dan ketika tidur.
Pertama, ketika sadar.
Cairan yang keluar dalam
kondisi sadar, bisa digolongkan termasuk jika memenuhi tiga syarat:
1. Keluarnya memancar, disertai syahwat memuncak, sebagaimana yang Allah
sebutkan di surat Ath-Thariq, ayat 5–6.
2. Ada bau khas air mani
3. Terjadi futur (badan lamas) setelah cairan tersebut keluar. (Asy-Syarhul
Mumti’, 1:167)
Jika cairan keluar ketika
kondisi sadar dan tidak disertai tiga sifat di atas maka cairan itu adalah madzi,
sehingga tidak wajib mandi. Misalnya, cairan tersebut keluar ketika sakit,
ketika kelelahan, atau cuaca yang sangat dingin.
Kedua, ketika tidur.
Orang yang bangun tidur,
kemudian ada bagian yang basah di pakaiannya, tidak lepas dari tiga keadaan:
1. Dia yakin bahwa itu adalah mani, baik dia ingat mimpi ataukah tidak.
Dalam kondisi ini, dia diwajibkan untuk mandi, berdasarkan kesepakatan ulama.
(Lihat Al-Mughni, 1:269)
2. Dia yakin bahwa itu bukan mani, karena yang menempel hanya tetesan
cairan atau cairan berbau pesing, misalnya. Dalam kondisi ini, dia tidak wajib
mandi. Namun, dia wajib mencuci bagian yang basah karena cairan ini dihukumi
sebagaimana air kencing.
3. Dia ragu, apakah itu mani ataukah madzi. Dalam kondisi semacam ini,
dia mengacu pada keadaan sebelum tidur atau ketika tidur. Jika dia ingat bahwa
ketika tidur dia bermimpi, maka cairan itu dihukumi sebagai mani. Namun, jika
dia tidak mengingatnya, dan sebelum tidur dia sempat membayangkan jima’
maka cairan itu dihukumi sebagai madzi karena cairan ini keluar ketika
dia membayangkan jima’, sementara dia tidak merasakan keluarnya suatu
cairan. (Asy-Syarhul Mumti’, 1:168)
Adapun jika dia tidak ingat
mimpi dan tidak memikirkan sesuatu sebelum tidur, ulama berselisih pendapat
tentang hukumnya. Ada yang berpendapat wajib mandi, sebagai bentuk
kehati-hatian, dan ada yang berpendapat tidak wajib mandi. Insya Allah, pendapat
yang lebih kuat adalah wajib mandi, berdasarkan hadis dari Aisyah radhiallahu
‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang
laki-laki yang tidak ingat mimpi, namun tempat tidurnya basah. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Dia wajib mandi.” (H.R. Abu Daud;
dinilai hasan oleh Al-Albani)
Allahu a’lam.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Peringatan..!!
1.Budayakan saat berkomentar dengan kata-kata yang baik dan sopan
2.Dilarang mempromosikan blog di komentar
3.Dan katakan jika itu perlu untuk menmbah masukan kepada admin blog untuk lebih baik kedepannya..
Syukron katsiron